Kutitip saja air mataku pada hujan. Biarlah ia pergi, ke mana pun alir membawanya…

Kau tahu, mengapa  ketika hujan turun aku selalu merenung?

Itu bukan merenung, akan tetapi aku tengah fokus menghitung rintik-rintik hujan yang terkulai. Yang tengah terbaring di daun lalu tergelincir menjatuh di atas tanah. Aku merasa kini hatiku serupa rerintik itu. Yang lemas.

Aku merindukanmu. Menghausi menatap matamu juga senyummu.

Aku ingin menyemai air matamu dan menampungnya di tanganku. Seperti hujan yang berkumpul di telapak tangaku kini. Menatap air matamu yang tengah terbaring, seperti aku menemukan matamu yang berbinar. Biarlah kaca itu memilih meretak dalam mataku, jika ia retak itu berarti kau dapat melihatku yang tengah menangis dalam sepi.
Hari ini aku kembali mengunjungi toko bunga. Seperti janji yang telah kita ikrarkan dulu. Bahwa desember kau akan datang menemuiku. Di tempat ini, di toko ini, tempat di mana kita memulai pandang untuk kali pertama.

Aku masih mengingat, di bawah hujan kau memakai kemeja cokelat (warna kesukaanmu), sebelum kau mengambil langkah, sempat kau sematkan pesan dalam senyummu. Kau mengatakan jika telah kembali, kau akan datang menemuiku, mengunjungi tempat ini. Tempat di mana kita memulai kenangan dan menjedahkan sejenak pertemuan kita.  Namun, mengapa hingga kini kau belum datang? Sedang hujan acapkali bertandang, menghampiriku, mengucapkan salam. Sementara kau? Aku tidak tahu. Ah, adakah di sana kau telah melupa pada janjimu?


                                                                                                                                     KhN,.

Komentar