Bukan patah hati, tapi mencoba menjadi orang ‘patah hati’ dalam tulisan



(Sumber: Google)

Dulu aku bertanya-tanya kepada diriku sendiri, apakah aku mampu menerima bila kisah kita berakhir tragis? Semisal kita tak akan pernah bersama melalui hari-hari sampai ujung rambut memutih. Dan saat ini hari-hari yang kutakutkan itu benar-benar terjadi, kita memilih untuk berpisah—tepatnya aku yang memutuskan, bukan?

Sewaktu itu aku berpikir apakah mampu mengobati luka yang kubuat sendiri, kucari jawaban itu dalam hatiku, hingga suatu hari aku merasa takut tidak mampu menghadapinya, meski begitu tetap saja keputusanku kokoh dengan memutuskan untuk segera mengakhiri segala hal yang menyangkut kisah kita. Pada akhirnya aku tahu, rupanya aku tak perlu merasa kelimpungan sendiri untuk mengobati sakit yang kurasakan lantaran hatiku sendiri tahu bagaimana cara mengobati dirinya. Dan hari ini aku tahu bahwa cara terbaik untuk mengobati segala kelelahan perasaan adalah pergi. Pergi dan melakukan pengembaraan. Kau jangan berpikir buruk tentangku, barangkali baiknya kutegaskan bahwa pergi yang kumaksud adalah menikmati perjalanan untuk meraih mimpi-mimpiku, seperti mengarungi belahan dunia lainnya. Bukankah kita memiliki mimpi yang sama?

Dengan begitu aku tak akan menyaksikan sendiri bagaimana diriku merasa menjadi perempuan paling sendu di dunia, setidaknya aku tidak menghabiskan waktu untuk mencari lagu-lagu mellow yang mesti kuputar setiap malam, menangis sepanjang malam meratapi cinta yang menyedihkan misalnya, atau melakukan hal gila yang kurasa sangat lebay dengan menghitung bintang di angkasa yang memang tak akan pernah habis meski kau menghitungnya sampai tertidur.

Seiring berjalannya waktu dan setelah hatiku merasa telah tersembuhkan, aku mulai gemar membaca buku-buku dengan akhir yang memilukan. Aku bahkan mulai berpikir dengan cerita-cerita yang berakhir bahagia; apakah cerita itu sungguh-sungguh memiliki akhir yang indah? Atau hanya karangan penulis untuk membuat pembacanya senang agar tidak mendapat omelan. Entahlah…

Bagaimana bila seseorang bertanya, apakah ini bagian dari sebuah kekecewaan? Patah hati? Kecemburuan yang menyebar dalam rasa? Sehingga semua hal yang menyenangkan mendadak diperhitungkan dan dijadikan hal yang biasa. Kupikir tidak juga. Semuanya masih normal. Kecuali kau sebagai seseorang yang melihatnya dari ruang yang berbeda.

Tidak ada yang berbeda. Sungguh, semuanya masih tetap sama hanya saja hari ini dan hari-hari selanjutnya mesti berpikir untuk membuka ‘pintu’ lebar-lebar.

Komentar

Posting Komentar